Aliran-aliran Teologi Islam - WAHABI



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Dalam agama islam banyak aliran-aliran islam yg muncul. Salah satu aliran yang berasal dari luar Indonesia dan keberadaanya kerap menjadi perbincangan banyak kalangan adalah kelompok wahabiayyah. Sekte wahabiyyah ini dinisbatkan kepada Muhammad ibnu Abdul Wahab ibnu Sulaiman An-Najdi yang mengikuti madzhab Hanbali (yaitu pengikut Imam Ahmad bin Hanbal yang berpaham tajsim dan nawashib).
Ada banyak  persengketaan dalam menilai dan menyikapi aliran ini, ada yang sangat anti, namun juga ada yang membelanya. Demi mendapatkan pandangan yang obyektif, dalam makalah ini akan kami kaji mengenai sejarah kemunculan wahabi, pemikiran, serta metode penyebarannya. Dengan mengetahui dan menelaah aliran tersebut, kita dapat memahami maksud dari polemik-polemik yang ada.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana sejarah kemunculan kaum wahabi?
2.    Bagaiman pemikiran kaum wahabi?
3.    Bagaimana metode penyebaran aliran wahabi?
4.    Apa tradisi dan ciri khas kaum wahabi?
5.    Seperti apakah ajaran-ajaran aliran wahabi?








BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Kemunculan Kaum Wahabi
Wahabi adalah suatu aliaran yang didirikan oleh Muhammad ibnu Abdul Wahab ibnu Sulaiman An-Najdi. Ia lahir pada tahun 1115 hijriah (1703 masehi) dan wafat tahun 1206 hijriah (1792 masehi). Ia wafat di usia yang sangat tua, dengan umur 91 tahun.[1]
Ibnu Abdul Wahab lahir dan besar di desa Al-Uyaynah, terletak di kawasan Najd, uyaynah sendiri adalah daerah asal Musaylamah Al-Kadzab, orang yang mengaku sebagai nabi palsu. Masa pendidikan awalnya berada dalam bimbingan ayah yang menjadi hakim (qadhi) al-uyaynah dan keluarga besarnya sebelum akhirnya memutuskan untuk menimba ilmu ke luar.
Wahabiyah adalah aliran baru dalam islam yang memedomani ajaran dan konsep dakwah Muhammad ibn Abdul Wahab. Mereka mengikuti madzhab Hanbali yang meyakini konsep tajsim (antropomorfisme) dan tidak melakukan penghormatan yang selayaknya kepada ahl al bayt.[2]
Pada tahun 1143 H., Muhammad ibnu Abdul Wahab mulai menampakkan dakwahnya, akan tetapi ayahnya bersama para masyayikh dan guru-guru besar di sana menghalau dakwahnya, baru setelah ayahnya wafat pada tahun 1153 H., ia mulai menyebarkan dakwahnya kembali.
Muhammad bin Abdul Wahab menjalin ikatan dengan para pangeran yang memilki kekuasaan dan selalu berada di sisi mereka. Sehingga, para pangeran menolongnya, mengikuti seruannya, dan menjadikan hal tersebut sebagai sarana untuk memperkuat kekuasaan mereka dan wilayah dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. Mereka menekan orang-orang arab dan orang-orang badui, sehingga mereka mau mengikuti para pangeran dan menjadi tentaranya tanpa perlu mendapat kompensasi. Mereka meyakini bahwa siapa pun yang tidak meyakini ucapan Abdul Wahab maka dia seorang kafir dan musyrik yang pantas dihancurkan darah dan hartanya.[3]
Wahabi juga dikenal dengan sebutan salafi. Di Jazirah Arab mereka dikenal dengan istilah Kaum Wahabi Hanbali, tapi saat di luar mereka disebut dengan istilah salafi. Kaum wahabi sendiri tidak menyebut mereka sebagai kaum wahabi, mereka menyebut kaum mereka sebagai salaf saleh.[4]
Salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf. Kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Adapun makna terminologis As-salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasululloh SAW dalam haditsnya, “sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka (tabi’in), kemudian yang mengikuti mereka (tabi’ at-tabi’in).” (HR. Bukhri dan Muslim). Berdasarkan hadits tersebut, maka yang dimaksud dengan as-salaf adalah para sahabat Nabi SAW, kemudian tabi’in (pengikut Nabi setelah masa sahabat), lalu tabi’ at-tabi’in (pengikut Nabi setelah masa tabi’in, termasuk di dalamnya para imam madzhab karena mereka semua hidup di tiga abad petama sepeninggal Rasulullah SAW). Oleh karena itu, ketiga kurun ini kemudian dikenal juga dengan sebutan Al-Qurun al-Mufadhdhalah (kurun-kurun yang mendapat keutamaan.[5]

B.       Pemikiran Kaum Wahabi
Pemikiran kaum salafi wahabi dapat diringkas dalam beberapa poin, yaitu:
1.         Berpegang pada akidah (keyakinan) tasybih dan tajsim kepada Allah SWT.
Kaum salafi wahabi memiliki  keyakinan bahwa Allah memilki tubuh, rupa, wajah, dua mata, mulut, gigi, sinar wajah yang merupakan doa, dua tangan, telapak tangan, jari kelingking, jari jempol, jari-jari tangan, dada, pinggang, betis, kaki, dan telapak kaki. Mereka meyakini bahwa Allah duduk di atas Arasy, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain, lalu diseparuh kedua malam Dia turun ke langit dunia, menyeru pada  hamba-Nya, kemudian naik lagi. Maha suci Allah dari keyakinan demikian.
2.         Kurang mengagungkan Nabi Muhammad SAW,  membenci Ahlul Bait.
3.         Mengklaim sepihak bahwa hanya merekalah golongan yang selamat.
4.         Mengintimidasi pemikiran orang lain, yaitu menuduh kelompok-kelompok yang berseberangan dengan mereka dengan perbuatan  syirik, kufur, dan bid’ah.
5.         Memerangi tasawuf islami dan berbagai bentuknya, seperti majelis-majelis dzikir jama’i, acara maulid Nabi Muhammad SAW, berziarah  kubur para nabi, sahabat, dan wali. Mereka menganggap semua itu bid’ah dan khurafat.
6.         Mereka berpegang teguh pada lima masalah berikut ini:
·         Menolak dan melarang takwil, tidak mengakui pendapat para imam tafsir dan juga kitab-kitb tafsir. Tidak mengenal gaya  bahasa arab, seperti isti’arah, majaz, dansyair-syair jahili dalam menafsirkan  Al-Quran.
·         Tidak menginginkan kita menentukan  kesimpulan hukum (istidlal) dengan al-Quran kecuali jika mereka menemukan zahirayat yang sesuai dengan akidah  mereka. Kemudian ayat itu ditafsirkan sesuai dengan kepentingan mereka seraya mengabaiakan ayat lain dalam masalah yang sama. 
·         Menshahihkan dan mendhaifkan hadits semau mereka guna mendukung pemikiran yang mereka serukan.
·         Kaum salafi wahabi tidak mau mengambil ijma’ ulama, kecuali dalam masalah yang menurut mereka di dalamnya sudah terjadi ijma’, padahal itu bukan ijma’.
·         Kaum salafi tidak meyakini qiyas kecuali pada masalah tasybih dan tajsim.[6]

C.      Metode Penyebaran Aliran Wahabi
1.      Mendorong para dai untuk menyerukan pemikiran-pemikiran salafi wahabi.
2.      Mendirikan organisasi-organisasi di sejumlah negara yang mengemban pemikiran Salafi Wahabi.
3.      Menyebarkan buku-buku dan artikel-artikel yang berisikan pemikiran-pemikiran Salafi Wahabi.
4.      Menerjemahkan buku-buku para imam Salafi Wahabi lalu mengedarkannya ke seluruh penjuru dunia, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ibnu Abi al-‘Izz, baik ulama terdahulu maupun ulama kontemporer.
5.      Menyebarkan kaset yang berisikan ceramah-ceramah, materi-materi atau khutbah-khutbah para ulama kontemporer mereka.
6.      Akhir-akhir ini, memuat pemikiran-pemikiran dan hasil diskusi-diskusi kaum Salafi Wahabi di internet.
7.      Menempatkan sejumlah orang pilihan kaum Salafi Wahabi, baik di lembaga-lembaga keagamaan maupun di lembaga-lembaga lain, untuk menularkan pemikiran-pemikiran mereka kepada pegawai-pegawai lain atau menyerang para pegawai yang berseberangan pendapat dengan mereka.
8.      Membangun universitas, pesantren, sekolah Islam yang di dalamnya dipelajari pemikiran-pemikiran Salafi Wahabi.
9.      Mendirikan chanel-chanel televisi dan pusat-pusat siaran yang bertujuan untuk menyebarkan pemikiran Salafi Wahabi dan memfasilitasi para pengusung dakwah Salafi Wahabi dalam menyampaikan siaran seminar, ceramah, diskusi terkait, dan sebagainya.[7]


D.      Tradisi Dan Ciri Khas Salafi Wahabi
Untuk kalangan sendiri, kaum Salafi Wahabi mengambil jalan dan tradisi khusus yang mereka anggap sebagai Sunnah yang sejalan dengan atsar atau tradisi para Salafus Saleh. Jalan dan tradisi itulah yang membuat mereka berbeda dengan kaum muslimin lainnya, mulai dari cara berpakaian, tata cara beribadah, sampai berinteraksi, ditambah dengan tanda hitam pada kening mereka. Lebih lengkapnnya, tradisi dan ciri khas Salafi Wahabi itu dapat dilihat pada beberapa hal berikut:
1)      Penampilan. Mayoritas mereka biasanya memendekkan pakaian dan membiarkan janggutnya tak terawat.
2)      Mengosongkan akal, bertaklid buta, fanatisme berlebihan terhadap para ulama dan para pengikut mereka, fanatisme terhadap fatwa guru-guru mereka tanpa mengetahui dalil yang dijadikan landasan oleh guru-guru dan imam-imam mereka.
3)      Tidak beretika layaknya etika yang islami, baik dalam berbicara, bertingkah laku, maupun bermuamalah.
4)      Bersikap tidak terpuji dalam berinteraksi dengan kelompok minoritas. Biasanya, hal itu dijalankan di negara-negara yang mereka memiliki kekuatan dan sokongan besar.
5)      Mereka memasukkan kebingungan dalam beberapa praktik dan waktu-waktu ibadah. Misalnya, mereka berbuka puasa sebelum azan maghrib yang disepakati, dengan alasan bahwa matahari telah terbenam sebelum waktu itu.
6)      Memotong pernyataan-pernyataan ulama yang mereka anggap sebagai perbuatan bid’ah. Misalnya, larangan shalat sunat qabliah jumat, larangan menentukan waktu ibadah, meringkas rakaat salat tarawih menjadi delapan rakaat.[8]

E.       Ajaran-ajaran Salafi Wahabi
Ä  Adam as. bukan nabi, bukan juga rasul Allah.
Ä  Neraka tidak kekal dan orang-orang kafir tidak diazab selamanya.
Ä  Talak isteri ketika haid tidak sah.
Ä  Haram wanita mengendarai mobil.
Ä  Haram wanita berbicara di sisi lelaki.
Ä  Zikir la ilaha illallah seribu kali sesat dan musyrik.
Ä  Ziarah kubur bagi wanita dosa besar.
Ä  Haram memotong jenggot, apalagi mencukurnya.
Ä  Haram bagi wanita mengenakan pantalon (celana panjang).
Ä  Shalawat setelah adzan dosanya sama dengan perzinahan.
Ä  Meletakkan ranting pohon di atas makam tidak pernah disyariatkan;
Ä  Haram ziarah ke makam rosulullah SAW.
Ä  Kalimat shadaqallahu al-azhim bid’ah dan sesat.
Ä  Lelaki haram mengajar anak perempuan, dan perempuan haram mengajar anak lelaki.
Ä  Muslim/muslimah yang tidak shalat berjamaah haram dinikahi.
Ä  Haram membangun menara masjid.
Ä  Pengumuman tentang berita kematian haram.
Ä  Membaca A-Qur’an untuk mayit haram dan pelakunya diazab.
Ä  Ucapan selamat pagi, selamat siang dan ucapan sejenisnya berdosa.
Ä  Membaca bismillahi ar-rahmani ar-rahim secara lengkap sesat, bid’ah dan tercela.
Ä  Ucapan selamat hari raya idul fitri/adha sesat.
Ä  Haram mengucapkan anjuran wahhidullah (esakanlah Allah).
Ä  Haram membawa jenazah dengan mobil jenazah/ambulan.
Ä  Haram berbahasa asing selain bahasa arab.
Ä  Haram wanita bepergian sendiri meskipun aman.
Ä  Haram wanita memakai baju abaya (longdress).
Ä  Haram menggunakan tasbih (sibhah).[9]  







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Wahabiyah adalah aliran baru dalam islam yang memedomani ajaran dan konsep dakwah Muhammad ibn Abdul Wahab. Mereka mengikuti madzhab Hanbali yang meyakini konsep tajsim (antropomorfisme) dan tidak melakukan penghormatan yang selayaknya kepada ahl al bayt. Layaknya aliran-aliran islam yang lain, aliran wahabi juga memiliki pemikiran-pemikiran dan metode penyebarannya. Untuk kalangan sendiri, kaum Salafi Wahabi mengambil jalan dan tradisi khusus yang mereka anggap sebagai Sunnah yang sejalan dengan atsar atau tradisi para Salafus Saleh. Jalan dan tradisi itulah yang membuat mereka berbeda dengan kaum muslimin lainnya, mulai dari cara berpakaian, tata cara beribadah, sampai berinteraksi, ditambah dengan tanda hitam pada kening mereka.

B.       Saran
Tetaplah dalam kesopanan, iman dan taqwa.















DAFTAR PUSTAKA

Idahram, Syaikh. Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011.
Mubarok, Ah. Hilmi. Kearifan Memahami Tradisi NU, Tuban: Kampoeng Kyai Pusat Pembelajaran Ilmu Dan Bahasa.
Al Saqqaf, Sayyid Hasan. Mini Ensiklopedi Wahabi, terj. Ahmad Anis. Kasyafa: 2013.





[1] Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011), hlm. 30
[2] Ah. Hilmi Mubarok, Kearifan Memahami Tradisi NU, (Tuban: Kampoeng Kyai Pusat Pembelajaran Ilmu Dan Bahasa), hlm. 4
[3] Sayyid Hasan Al Saqqaf, Mini Ensiklopedi Wahabi, terj. Ahmad Anis (Kasyafa: 2013), hlm. 49
[4] Ibid, hlm. 7
[5] Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi. hlm. 23
[6] Sayyid Hasan Al Saqqaf, Mini Ensiklopedi Wahabi, terj. Ahmad Anis , hlm. 78-109
[7] Ibid, hlm. 163-169
[8] Ibid, hlm. 178-181
[9] Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi. hlm. 183-199

Comments

Popular Posts